Pages

Selasa, 20 Mei 2014

RESENSI CERPEN "ROBOHNYA SURAU KAMI"





        Cerpen berjudul Robohnya Surau Kami merupakan sebuah prosa karya A.A. Navis. Sebuah cerpen yang bercerita tentang hakikat dan tujuan hidup manusia yang dikemas dalam sebuah wadah yang terbungkus secara rapi dalam bentuk komedi yang serius. Cerpen Robohnya Surau Kami bagi saya merupakan cerpen yang syarat akan makna dan pesan moral.
       Sebuah cerpen yang mengkisahkan perjalanan hidup seorang kakek yang tawadu’ dalam beragama namun harus meninggalkan hidup dengan ketidakpantasan. seorang kakek penjaga surau tua yang pekerjaan rutinitas hariannya menjaga surau sebagai tempat orang-orang beribadah, menjadi tukang asah pisau bagi ibu-ibu rumah tangga yang hendak meminta tolong dengan imbalan seikhlasnya, serta sebagai jagal ayam jika diminta tolong oleh tetangganya. Seorang kakek penjaga surau yang hidup dengan penuh kesederhanaan tanpa harta tak selebih pencukup kebutuhan pokok atau primer. Sebuah kehidupan yang hanya berjalan seiring terkikisnya waktu, bagai terkikisnya raut kening yang legam karena waktu memakan usia.
       Di dalam perjalanan kisah sang kakek, awalan tak selalu sejalan dengan akhiran. Maksud dari pernyataan tersebut menggambarkan bahwa seorang kakek yang tawadu’ pun meninggalkan dunia dengan cara bunuh diri karena frustasi. Hal ini terjadi karena sang kakek mendapat goncangan batin akibat mendengarkan sebuah kisah yang diceritakan oleh seorang pemuda yang bernama Ajo Sidi.
       Dalam sebuah cerita Ajo Sidi kepada sang kakek yang berkisah tentang dialog antara Tuhan dengan Haji Saleh, bercerita tentang seorang warga Negara Indonesia yang selama hidupnya hanya beribadah dan beribadah. Dalam pembicaraan Tuhan tersirat, ”……kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua. Sedang harta bendamu kau biarkan orang lain yang mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu dan memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebuh suka beribadat saja, karena beribadat tidak berpeluh mengeluarkan keringat, tidak membanting tulang. Sedang Aku menyuruh engkau bisa beramal kalau engkau miskin. Engkau kira Aku ini gila pujian, mabuk disembah saja, hingga kerjamu hanya memuji-muji dan menyembah-Ku saja……” dan Tuhan pun menghendaki malaikat untuk membawa Haji Saleh ke dalam jurang neraka yang panas.
    Dari cerita itulah sang kakek merasa hidupnya sia-sia, merasa frustasi akibat goncangan batin sehingga sang kakek harus meninggalkan dunianya secara tragis dan penuh tragedi.


                                                       ************

       Dari sinopsis cerita yang mampu kita pahami dari permukaan, kita mampu mengupas lebih dalam akan makna dan pesan moral yang terkandung di dalamnya. Cerpen Robohnya Surau Kami memberi pesan moral tentang cerminan bangsa Indonesia.
       Gaya bahasa yang terkandung memiliki kadar ironi yang mampu menjadi sebuah wacana yang menyindir secara tegas dan gamblang terhadap keadaan negeri bangsa kita. Konflik yang tersirat dalam wacana antara Tuhan dan Haji Saleh mengandung kontraversi yang mampu memberi refleksi terhadap diri bahwa tidak selamanya nilai kebaikan itu dibenarkan. Sosok Ajo Sidi yang tergambar sebagai pembual dibuat tidak terbaca secara makna dari luar permukaan tentang apa yang dilakukannya sehingga seolah mengandung kesalahan dan kejahatan. Pada dasarnya, konflik yang terkandung di dalamnya memberikan kadar kontemplasi yang dalam.
       Kisah ini secara garis besar bercerita tentang gambaran bangsa Indonesia. Seperti contoh bercerita tentang keberadaaan seseorang yang sangat kaya hingga mampu beribadah haji berulangkali namun tidak mampu memahami hakikat atas apa yang dilakukannya, sehingga tetangga sekitarnya masih ada yang tidak terbantu atas rejeki yang dimiliki. Bercerita tentang negeri yang serba melimpah, makmur, sejahtera, hijau dan lohginawi. Namun, rakyatnya masih ada sebagian besar yang kelaparan. Negeri yang kaya akan tambang dan subur. Namun, rakyatnya malas dan senang berfoya serta membiarkan asset negerinya terjamah oleh orang lain demi kepentingan kapitalis semata. Dari hal seperti itu, kekayaan berimpit dengan kemalasan, serta akan menjadikan pendapatan perkapita negara pun rendah.
       Robohnya Surau Kami merupakan judul cerpen yang jika kita refleksikan mampu memberikan makna tentang “robohnya negeri kami”. Sebuah surau yang bermakna negeri dari hasil peninggalan yang dijaga secara tawadu’ oleh para leluhur. Namun, harus roboh karena puing-puing pondasi yang terus terbiarkan dan diambil sebagai “bahan bakar masak” oleh orang lain yang tidak bertanggung jawab. Maka cerita pendek ini sangatlah pantas jika kita baca untuk direnungkan dan direfleksikan. Dalam sebuah kontemplasi jiwa yang bijak untuk mampu diimplementasikan dalam kehidupan.
       Dari sastra yang berbicara, tersirat makna yang indah. Tidak hanya indah namun juga baik untuk dicerna. Tidak hanya dicerna namun sehat bagi tubuh. Seperti oase yang ada pada gurun pasir yang gersang. Sastra memberikan kesegaran dan kesehatan yang mutlak ketika tiada lagi air yang mampu menyegarkan dahaga jiwa dalam menjawab segala persoalan dunia. Mulut yang terbungkam bercerita pada pena yang terlukis secara renta.

RESENSI NOVEL "NEGERI 5 MENARA" KARYA A.FUADI






A.    IDENTITAS BUKU
Judul buku                  :           Negeri  5 Menara
Pengarang                 :           A. Fuadi
Penerbit                      :           PT Gramedia Pusat Utama
Kota tempat terbit      :           Jakarta
Tahun terbit                 :           2009
Tebal                            :           xiii +  423 halaman

B.     SINOPSIS
Alif Fikri yang berasal dari Maninjau, Bukittinggi, adalah seorang anak desa yang sangat pintar. Ia dan teman baiknya, Randai, memiliki mimpi yang sama: masuk ke SMA dan melanjutkan studi di ITB, universitas bergengsi itu. Selama ini mereka bersekolah di madrasah atau sekolah agama Islam. Mereka merasa sudah cukup menerima ajaran Islam dan ingin menikmati masa remaja mereka seperti anak-anak remaja lainnya di SMA. Alif mendapat nilai tertinggi di sekolahnya yang membuatnya merasa akan lebih terbuka kesempatan untuk Amak (Ibu) memperbolehkannya masuk sekolah biasa, bukan madrasah lagi. Namun Amak menghapus mimpinya masuk SMA. “Beberapa orang tua menyekolahkan anaknya ke sekolah agama karena tidak cukup uang untuk masuk ke SMP atau SMA. Lebih banyak lagi yang memasukkan anaknya ke sekolah agama karena nilainya tidak cukup. Bagaimana kualitas para buya, ustad, dan dai tamatan madrasah kita nanti? Bagaimana nasib Islam nanti? Waang punya potensi yang tinggi. Amak berharap Waang menjadi pemimpin agama yang mampu membina umatnya,” kata Amak yang membuat harapan anaknya masuk SMA pupus.
Alif sakit hati dan memutuskan untuk meninggalkan Maninjau untuk bergoro di sebuah pondok pesantren di daerah Jawa Timur setelah ia membaca surat pamannya dari Mesir. Setelah perjalanan selama 7 hari 7 malam, ia sampai di sebuah pondok bernama Pondok Madani, yang dikepalai oleh seorang motivator handal yaitu Kiyai Rais.
Biarpun masuk karena terpaksa, namun Alif mulai menyukai kehidupan di pondok.
Terlebih lagi, ia sangat menikmati hidup persahabatannya dengan Sahibul Menara sebuah sebutan penghuni PM terhadap Alif dan 5 teman lainnya yang selalu berkumpul di bawah menara tertinggi di Pondok Madani. Mereka adalah Said, Baso, Raja, dan Atang. Persahabatan lekat yang dijalin bersama sangat cukup menjadi penghiburan bagi Alif. Tapi di satu sisi ada kegelisahan mengetahui teman baiknya  Randai yang sudah masuk SMA terbaik yang pernah mereka idamkan bersama, sudah melewati masa SMA dengan penuh tawa, dan dengan bahagia berhasil merebut impian mereka tertinggi: masuk universitas di ITB. Pertanyaan “jadi apa aku nanti?” terus terngiang dalam kepalanya mengingat ijazah PM tidak diakui walaupun sangat diakui di luar negeri.
Tetapi, berkat banyaknya pengalaman yang merupakan motivasi di mata Alif, ia berhasil menyelesaikan perguruannya di PM, walau tanpa seorang teman yaitu Baso  harus pulang karena nenek yang merupakan satu-satunya keluarganya sakit keras.
Setelah lulus dari PM, Alif merantau ke Amerika. Disaat itu, Alif memiliki tugas untuk ke London yang membuat beberapa anggota sahibul menara bertemu setelah sekian lama berpisah.

C.     KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN BUKU
Dengan membaca pembuka novel ini, dapat dengan mudah kita menerka nuansa apa yang akan kita rasakan sampai pada selesainya novel ini. Ya, nuansa Islam. Pembukaan ini merupakan pembukaan yang baik di mana pembaca dapat berharap banyak dan berimajinasi akan jadi apa Alif ini. Pemimpin negara? Atau pemimpin besar agama? Sayangnya sampai akhir, penulis kurang mampu memperlihatkan dinamika dalam cerita. Klimaks cerita kurang menonjol sehingga pembaca merasa dinamika cerita sedikit datar. Setelah selesai membaca, pembaca akan merasa cerita belum selesai setuntas-tuntasnya. Hal ini mungkin disebabkan karena penulis mendasarkan ceritanya pada kisah nyata dan tidak ingin melebih-lebihkannya. Mungkin akan lebih baik jika penulis membuat konflik-konflik yang lebih tegang atau menuliskan ending yang lebih memukau pembaca.
Kelebihan novel ini adalah mengubah pola pikir kita tentang kehidupan pondok yang hanya belajar agama saja. Karena dalam novel ini selain belajar ilmu agama, ternyata juga belajar ilmu umum seperti bahasa inggris, arab, kesenian dll. Pelajaran yang dapat dipetik adalah jangan pernah meremehkan sebuah impian setinggi apapun itu, karena Allah Maha mendengar doa dari umat-Nya.
Satu lagi kelebihan novel ini. Pembaca tidak akan bosan membaca kehidupan di pondok karena penulis rupaya menggunakan alur campuran. Ia memulai cerita dengan mengambil setting Alif yang sudah bekerja lalu mulai masuk ke dalam ingatan-ingatan Alif akan kehidupannya dulu di Pondok Madani. Setelah cukup panjang menceritakan tentang pondok, ia mulai beralih lagi ke kehidupan Alif masa sekarang.
Adapun unsur intrinsik novel Negeri 5 Menara, yaitu:
1.      Tema
Adapun tema dari novel Negeri 5 Menara Karya A. Fuadi adalah pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari latar tempat yaitu dipesantren dimana kegiatan utama yang dilakukan sehari-hari tokoh utama adalah belajar. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan novel berikut:
Bagai sebuah konspirasi besar untuk mencuci otak, metode total immersion ini cocok dengan lingkungan yang sangat mendukung. Tidak cukup dengan itu, entah siapa yang menyuruh, banyak diantra kami yang membawa kamus. Kalau bukan kamus cetak, kami pasti membawa buku mufradhat, buku tulis biasa yang dipotong kecil sehingga lebih tipis dan gampang dibawah kemana-mana. Murid dengan buku mufradhat ditangan gampang ditemukan sedang antri mandi, antri makan, berjalan, bahkan di antara kegiatan olahraga sekalipun.

2.      Alur / plot
Alur dari Novel Negeri 5 Menara adalah alur maju-mundur. Dimana cerita adalah kilas balik ingatan tokoh utama akan masa silam ketika menimbah ilmu di Pondok Madani hingga membuahkan hasil yang menyenangkan dimasa kini.
Kutipan Novel:
Washington DC, Desember 2003, jam 16.00
Iseng saja, aku mendekat ke jendela kaca dan menyentuh permukaannya dengan ujung telunjuk kananku. Tidak jauh, tampak The Capitol, gedung parlemen Amerika Serikat yang anggun putih gading, bergaya klasik dengan tonggak-tonggak besar. Aku tersenyum. Pikiranku langsung terbangun jauh ke masa lalu. Masa yang sangat kuat terpatri dalam hatiku.
Aku tegak di atas aula madrasah negeri setingkat SMP. Sambil mengguncang-guncang telapak tanganku, Pak Sikumbang, Kepala Sekolahku memberi selamat karena ujianku termasuk sepuluh yang tertinggi di Kabupaten Agam.
London, Desember 2003
Gigiku gemeletuk. London yang berangin terasa lebih menggigil dari Washington DC. Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian kepelukan kami masing-masing.
Alur yang dipakai dalam novel ini adalah alur rapat. Dimana tak terjadi percabangan cerita. Semua cerita hanya difokuskan pada satu permasalahan.

3.      Tokoh dan penokohan
Adapun tokoh dan penokohan dalam Novel Negeri 5 Menara adalah
a. Alif (tokoh utama) dalam novel ini adalah tokoh yang protagonis. Alif digambarkan sebagai sosok generasi muda yang penuh motivasi, bakat, semangat untuk maju dan tidak kenal menyerah.
b. Baso dalam novel ini tokoh yang protagonis. Baso adalah teman Alif merupakan anak yang paling rajin dan paling bersegera disuruh ke mesjid.
c. Raja dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara
d. Said dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara.
e. Dulmajid dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara
f. Atang dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara.
g. Ustad Salman dalam novel ini tokoh yang protagonis. Wali kelas Alif. Laki-laki muda bertubuh kurus bersuara lantang.
h. Tyson dalam novel ini tokoh yang tirtagonis. Merupakan kepala pengamanan di PM. Ia akan bersifat antagonis apabila mendapati siswa PM yang melanggar.
i. Kyai Rais dalam novel ini tokoh yang protagonis. Ia selalu membakar semangat para siswa dengan motivasi-motivasinya.

4.      Latar
Adapun latar dari novel ini yaitu di Pondok Madani hal ini didukung oleh tema yang ada yaitu pendidikan. Karakter tokoh utama juga mendukung latar yang ada.
Kutipan Novel:
Pondok Madani diberkati oleh energi yang membuat kami sangat menikmati belajar dan selalu ingin belajar berbagai macam ilmu. Lingkungannya membuat orang yang tidak belajar menjadi orang aneh. Karena itu cukup sulit menjadi pemalas di PM.
Suasana yang terasa dalam novel ini adalah kerja keras, dimana novel ini menceritakan 6 orang sahabat yang berusaha keras mewujudkan mimpi mereka masing-masing.
Waktu diceritakan sebagian besar terdapat pada saat masa-masa pembelejaran di PM, dan saat berlibur

5.      Sudut pandang
Dalam novel ini penulis menggunakan sudut pandang orang pertama. Hal ini dikarenakan tokoh utama selalu menyebut dirinya dengan kata aku.
Kutipan Novel:
Aku baca suratnya sekali lagi. Senang membaca surat dari kawan lama. Tapi aku juga iri. Rencana masuk SMA-nya juga rencanaku dulu. Aku menghela napas dan menatap kosong kepuncak pohon kelapa. Aku tidak boleh terlambat lagi. Aku kapok jadi jasus. Aku jera menjadi drakula.

6.      Amanat
Adapun amanat dalam novel ini adalah sebuah perenungan yang diberikan penulis bagi pembaca untuk tidak putus asa dalam hidup dan bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan agama.
Kutipan Novel:
Jangan pernah remehkan impian walau setinggi apapun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.
Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil.

D.    ARAH DAN SASARAN BUKU
Novel ini bertemakan tentang pendidikan di sebuah pondok, sehingga sasaran utama novel ini adalah para siswa dan masyarakat.

E.     GAYA BAHASA
Gaya bahasa yang digunakan penulis dalam novel ini adalah bahasa sehari-hari dan sangat inspiratif. Dari tiap kata-katanya kita merasakan kekuatan pandangan hidup yang mendasari bangkitnya semangat untuk mencapai harga diri, prestasi dan martabat diri.
Kutipan Novel:
Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Aku melihat awan yang seperti benua Amerika, Raja bersikeras awan yang sama berbentuk Eropa, sementara Atang sangat percaya bahwa awan itu berbentuk Afrika. Baso malah melihat semua ini dalam konteks Asia, sedang Said dan Dulmajid awan itu berbentuk peta negara kesatuan Indonesia. Dulu kami tidak takut bermimpi. Meski juga kami tidak tahu bagaimana merealisasikannya. Tapi lihat hari ini, setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian kepelukan kami masing-masing. Kun fayakun, maka semula awan impian, kini hidup yang nyata.

F.      TUJUAN PENGARANG DAN TUJUAN PRESENTATOR (PEMBEDAH).
Berkiblat dari arah dan sasaran novel ini, pengarang bertujuan untuk mengubah pandangan mereka tentang kehidupan pondok yang begitu terikat dan mayoritas hanya memperdalam ilmu agama. Sedangkan tujuan presentator dalam membedah novel ini, selain sebagai bahan pertimbangan nilai juga ingin memperdalam ilmu pengetahuan dan mencari motivasi hidup di setiap kata dalam novel yang penuh motivasi ini.

G.    KESIMPULAN DAN SARAN PRESENTATOR
Setelah membaca novel Negeri 5 Menara ini, timbul rasa untuk lebih memperdalam ilmu, baik agama maupun umum. Dari sini saya menyimpulkan bahwa, apa yang kita fikirkan belum tentu akan baik di masa yang akan datang, karena Allah telah mengatur takdir kita. Semangat akan semua hal itu tumbuh dari dalam diri setiap orang sejak ia melewati masa pubertas. Motivasi bisa datang darimana saja, dan kita harus menanggapinya. Gunakan waktumu dengan efisien dan efektif untuk hal-hal yang membangun, karena mungkin akan berguna di masa yang akan datang. Dan percayalah akan pepatah MAN JADDA WAJADDA.